ImamAl-Ghazali dan juga kitab Al-Akhlāq Li Al-Banīn, yang dikarang oleh Umar Bin Ahmad Baraja. Adapun rumusan masalah yang dimaksud adalah Mengapa Pemikiran Umar Ibnu Ahmad Baraja tentang Materi Pendidikan Akhlak Anak di Pengaruhi oleh Imam Al-Ghazali. Selanjutnya, penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian library MenurutImam al Ghazali yang dikutip oleh Yunahar Ilyas, akhlak adalah sifat batin, atau sifat yang tertanam dalam jiwa yang memunculkan perbuatan-perbuatan mudah tanpa seseorang itu harus berfikir dan menimbang apa yang mau dikerjakan, perbuatan ini bersifat baik sesuai norma dan aturan Islam.3 MajelisRaudhatul Istighfar Pimpinan Alustadz Abdul Rozaq Thamsir Diadakan setiap malam jum'at ba'da isyaDengan pembacaanRatib AlhadadTawassul Maulid simtudd danburuk manusia di dunia dan di akhirat. Menurut Imam Ghazali, ibarat 15 Ibid. h. 129-130. 55 Adapun Imam Ghazali memandang tazkiyat al-nafs dengan dengan sifat terpuji). Dalam pembahasan tentang “ilmu”, Al Ghazali mengartikan tazkiyat al-nafs merupakan upaya membersihkan diri dengan jalan mempelajari ilmu terpuji. Dalam Namun berlebih-lebihan hingga menjadi dominan pikiran manusia akan berdampak negatif. Imam Ghazali mengatakan bahwa Setan akan bersarang dan bertelur dalam hatinya. 5. Tamak untuk mendapat perhatian atau cinta orang lain. Itulah beberapa pintu masuk setan ke dalam hati manusia. Setiap sifat atau perilaku buruk dalam diri manusia menjadi Anaksebagai peserta/anak didik, harus mempunyai sifat-sifat yang mulia, dan 4. Metode pendidikan akhlak anak Al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al Walad memberikan contoh pendidikan dengan metode kisah, menasehati,dan teladan. Implementasi konsep Al-Ghazali yang terdapat di MTs Putra Al-Aziziyah meliputi: 1. Selalu taat peraturan dan menjalankan TasawufImam Al Junaidi Al Baghdadi Dan Aswaja. Menurut al-Ghazali, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada. Alat untuk memperoleh ma’rifat bersandar pada sirr-al-qalb dan rúh. Pada saat sir, qalb dan ruh yang telah suci dan kosong itu dilimpahi cahaya Tuhan dan dapat 65] 4.4. Filsafat Tentang Jiwa Menurut al-Ghazali, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang terdiri dari jiwa dan jasad. Jiwa, yang menjadi inti digunakan oleh al-Ghazali untuk itu adalah al-Qalb, ruh, nafs dan „Aql. hakikat menusia adalah makhluk spiritual rabbani yang sangat halus (lathifa rabbaniyah ruhaniyyah). Kataal-Ruh disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 24 kali, masing-masing terdapat dalam 19 surat yang tersebar dalam 21 ayat. Dalam 3 ayat kata al-ruh berarti pertolongan atau rahmat Allah, dalam 11 ayat yang berarti Jibril, dalam 1 ayat bermakna wahyu atau al-Qur’an, dalam 5 ayat lain al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi psikis manusia. ImamAl-Ghazali atau lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali At-Thusi (w. 505/1111). kalau menghalangi jiwa mencapai tujuan. Masalah kebahagiaan menurut Al-Ghazali, kebahagiaan ukhrawi (al-sa’adah al-ukhrawiyah), bisa diperoleh jika persiapan dengan mengendalikan sifat-sifat manusia dan bukan dengan 4GOLONGAN MANUSIA MENURUT IMAM AL GHAZALI ADALAH Syeikh Imam al Ghazali atau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafii adalah ulama produktif. Tidak kurang 228 Mengetahuidan memahami konsepsi negara bermoral menurut Al-Ghazali BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Imam Al-Ghazali Nama lengkap Al Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali, lahir di Ghazelah, sebuah negeri dekat Thus, Khurasan, 1059 M/450 H dan meninggal di kota yang sama pula pada 1111 M/501 H. perjalanan ImamJunaid merumuskan delapan sifat sufi, yakni sebagai berikut, seperti dituturkan Fahruddin Faiz dalam Ngaji Filsafat edisi Imam Junaid al-Baghdadi. 1. Murah hati seperti Nabi Ibrahim. Konon Nabi Ibrahim tidak pernah makan malam sendirian, jika tiada teman maka dia akan memanggil tetangganya untuk menemani. CaraMenjaga Diri dari Maksiat Menurut Imam Ghazali. Rabu, 28 Maret 2018 | 06:00 WIB. Secara umum bisa dikatakan bahwa agama hanya terdiri dari dua hal; melakukan perintah dan menjauhi larangan. Yang pertama sering juga disebut sebagai perilaku taat pada Allah, sedangkan yang kedua bisa disebut sebagai menjauhi maksiat pada Allah. ImamAl-Ghazali mengingatkan kaum perempuan agar menjauhi 6 sifat tercela ini, serta menganjurkan para lelaki agar tidak mempersuntingnya sebagai istri. Dalam kitab “Ihya ‘Ulumuddin’, Imam Al-Ghazali menyebutkan :قَالَ بَعْضُ العَرَبِ (لاَ تَنْكِحُوا مِنَ النِّسَاءِ سِتَّةٌ لاَ OPSN6. Imam Al-Ghazali menyebutkan ilmu muamalah, yaitu ilmu perihal aktivitas rohani atau amaliah batin. Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin membagi secara rinci dua jenis aktivitas atau amaliah batin tersebut, sebagian sifat terpuji dan sebagian sifat tercela. Imam Al-Ghazali mengatakan, pengetahuan atas hakikat, cakupan, efek, dan pemulihan atas sifat terpuji merupakan ilmu akhirat. Pengetahuan seperti ini merupakan pengetahuan atas akhirat, dalam arti untuk kemaslahatan yang mengamalkannya di akhirat. فمعرفة حقائق هذه الأحوال وحدودها وأسبابها التي بها تكتسب وثمرتها وعلامتها ومعالجة ما ضعف منها حتى يقوى وما زال حتى يعود من علم الآخرة Artinya, “Mengetahui hakikat, batasan, sebab-sebab yang dapat membentuknya, buahnya, tandanya, dan memulihkan kelemahannya sehingga menjadi kuat, dan mengembalikan yang hilang sehingga hadir kembali, termasuk ilmu akhirat,” Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 34-35. Imam Al-Ghazali lebih lanjut menyebutkan amaliah batin yang terpuji, yaitu sabar, syukur, takut, harap, ridha, zuhud, takwa, qana’ah, murah hati, menyadari anugerah Allah atas segala keadaan baik maupun tidak baik-baik saja, ihsan, baik sangka, akhlak yang baik, perilaku yang baik kepada orang lain, jujur, dan ikhlas. Adapun sifat tercela antara lain adalah takut fakir, mengutuk takdir, dengki, dendam, hasad, penipuan/pengkhianatan, mengejar ketinggian, menyukai pujian, menyenangi panjang umur dengan niat menikmati dunia, sombong, riya, marah, kekerasan, permusuhan, kemarahan, tamak, bakhil, kesenangan, boros, kegembiraan melewati batas, arogan, menghormati orang atas dasar kekayaannya, merendahkan orang miskin, rongkah, menang-menangan, bangga, ketinggian hati untuk mengikuti kebenaran, tenggelam dalam masalah yang tidak penting, senang banyak bicara, membual, perilaku yang dibuat-buat, cari muka, ujub, sibuk dengan aib orang lain, hilangnya penyesalan atas kebaikan dan rasa takut dari dalam hati, sibuk membela diri ketika mengalami kehinaan, kendur dalam membela kebenaran, mencari teman untuk memusuhi rohani, merasa aman dari tipu daya Allah ketika musibah datang, bersandar pada ibadah, makar dan khianat, manipulasi, panjang angan-angan, keras hati, kejam, senang pada dunia, sedih atas kehilangan dunia, nyaman dengan makhluk, resah dalam kesendirian, ceroboh, tergesa-gesa, kurang malu, dan sedikit memiliki belah kasih. “Semua sifat tercela ini merupakan lahan luas atas perbuatan keji dan lahan subur atas tindakan-tindakan yang diharamkan dalam agama. Adapun lawannya, sifat terpuji merupakan bibit-bibit ibadah dan jalan taqarub,” Al-Ghazali, 2018 M I/35. Pengetahuan atas kemaslahatan akhirat seperti ini, kata Imam Al-Ghazali, hukumnya fardhu ain dalam fatwa ulama-ulama akhirat. Adapun amaliah batin ini mengandung nilai besar. Aktivitas batin dinilai jauh lebih utama daripada aktivitas lahiriah. Ibadah sifat terpuji secara batin ini memiliki bobot yang jauh lebih tinggi daripada ibadah lahiriah. فيها أيضا تحصل له طاعة القلوب وأعمالها وذرة منها خير من أمثال الجبال من أعمال الجوارح وذلك مثل الصبر والرضا والزهد والتوكل وحب لقاء الله تعالى Artinya, “Pada ujian itu terdapat ketaatan dan amal batin. Sebutir zarah amal batin lebih baik daripada amal ibadah yang menggunung secara lahiriah anggota badan. Amal batin itu adalah sabar, ridha, zuhud, tawakal, dan senang berjumpa dengan Allah,” Lihat Syekh Ibnu Abbad, Ghayatul Mawahibil Aliyyah fi Syarhil Hikam Al-Atha’iyyah, [Semarang, Maktabah Thaha Putra tanpa catatan tahun], juz I, halaman 78. Semua sifat terpuji dan sifat tercela itu memerlukan kajian lanjutan. Tetapi dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa kita harus melatih dan mendidik diri kita agar dapat memiliki sifat-sifat terpuji guna kemaslahatan kita di akhirat kelak. Wallahu a’lam. Alhafiz Kurniawan Secara filosofis, memandang manusia berarti berpikir secara totalitas tentang diri manusia itu sendiri, struktur eksistensinya, hakikat atau esensinya, pengetahuan dan perbuatannya, tujuan hidupnya, dan segi-segi lain yang mendukung, sehingga tampak jelas wujud manusia yang sebenarnya. Jika kita 118A. Mudjab Mahali, Pembinaan Moral di mata Al-Ghazali, Yogyakarta BPFE. 1984 cet 1. pahami manusia sebagai makhluk historis, karena keberadaannya mempunyai sejarah, ia senantiasa berubah dari masa ke masa, baik pola pikir maupun pola hidupnya. Oleh karena itu, manusia dalam kurun waktu tertentu berbeda dengan manusia dalam kurun waktu yang lain. Dalam kaitannya dengan eksistensi manusia, perbedaan itu terletak hanya pada unsur dan sifatnya yang kasat mata, sedang hakikatnya adalah Al-Ghazali sebagai filosuf Muslim yang hidup di Abad pertengahan tidak terlepas dari kecendrungan umum zamannya dalam memandang manusia. Karya-karyanya baik dalam bidang filsafat maupun tasawuf, yang mengupas tentang manusia dapat dipahami bahwa esensi atau hakikat manusia adalah jiwanya, jiwa merupakan identitas tetap manusia. Jiwa manusia merupakan subtansi Immaterial yang berdiri sendiri, ia tidak terdiri dari unsur-unsur yang membentuknya, sehingga ia bersifat kekal dan tidak hancur. Imam Al-Ghazali membagi struktur kerohanian manusia menjadi empat unsur, yaitu qalb, ruh, nafs, dan akal. Keempat unsur tersebut masingmasing mempunyai dua arti. qalb hati Pengertian pertama adalah berupa fisik, yakni sebagai daging berbentuk sanubari yang ada disisi kiri dada, sementara pada sisi dalamnya ada lubang yang berisi darah yang merupakan sumber ruh yang kedua diartikan secara lebih halus, yaitu yang berkaitan dengan rabbaniyah ketuhanan, rohaniyah kerohanian. Hati dalam arti 119Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1998, h. 30 120Al-Ghazali, Raudhoh Taman Jiwa Kaum Sufi, terj. Mohammad Lukman Hakiem, Surabaya Risalah Gusti, 1997, h. 47 yang lebih halus inilah yang disebut hakikat manusia. Hati inilah yang mengenal manusia, yang diajak bicara, yang disiksa, yang dicela dan Kedua, kata ruh, yang juga mempunyai dua arti sekaligus, arti pertama adalah fisik yang lembut, dalam, mengandung darah hitam bersumber dari lubang kalbu jasmani. Melalui otot dan tulang darah tersebut mengalir keseluruh tubuh. Pancaran cahaya kehidupan, rasa, penglihatan, pendengaran dan bau yang muncul dari ruh tersebut, yang identik dengan pancaran cahaya lampu keseluruh ruangan rumah. Kehidupan dimisalkan sebagai cahaya yang menyinari seluruh dinding, dan ruh itu sendiri adalah lampu. Mengalirnya ruh dan geraknya dalam batin semisal geraknya lampu ke sisi-sisi rumah, yang digerakkan oleh penggeraknya. Para dokter misalnya, manakala mengucapkan kata ruh, dimaksudkan arti tersebut ialah kedalaman yang lembut yang dimatangkan oleh energi kalbu, sedangkan arti kedua adalah sebagai latifah alimah yang memahamkan pada diri manusia, sekaligus sebagai salah satu arti makna qalbu, makna inilah yang dikehendaki oleh Allah dalam firman-Nya “Dan mereka bertanya kepadamu Muhammad tentang ruh, katakanlah, ruh itu termasukurusan tuhanku”QS. Al-Isra’ 85 Ketiga, nafs. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, nafs nafsu dipahami sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik, padahal dalam Al qur’an nafs tidak selalu berkonotasi negatif. Al-Nafs menurut Imam Al-Ghazali mempunyai dua arti, pertama adalah kekuatan hawa marah dan syahwat yang dimiliki oleh manusia. Pengunaan kata nafs yang terbiasa dalam tradisi sufi adalah keseluruhan sifat-sifat manusia yang tercela, karena itulah mereka sering menegaskan kata-kata, “berperang melawan nafsu dan memecah syahwat adalah suatu keharusan. Apabila nafs menenggelamkan diri dalam kejahatan, mengikuti nafsu amarah, syahwat dan godaan syetan, maka dinamakan nafs al amarah. Bahkan dalam hal ini Imam Al-Ghazali mengatakan “jadikanlah sebuah kekalahan dalam jiwamu nafs. Maksudnya adalah himbauan agar memposisikan jiwa pada poros bawah, sehingga jiwa nafs tidak merajalela menerjang syari’at. Sedangkan nafs dalam pengertian yang kedua adalah merupakan hakikat diri dan dzat manusia,122 namun disifati dengan sifat-sifat yang berbeda-beda menurut perbedaan situasi dan kondisinya. Apabila nafs berada dalam kondisi tentram di bawah perintahnya dan menolak segala bentuk syahwat, maka disebut sebagai nafsul mutmainnah sebagai mana firman-Nya “Hai nafsu yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas yang di ridha’i-Nya”QS. Al- fajr27-28. Istilah keempat adalah al aql akal. Masyarakat pada umumnya mengartikan akal sebagai pusat segala kecakapan yang dimiliki manusia, karena akal dapat menjadi tolak ukur kecakapan manusia. Adapula yang mengartikan akal dengan otak. Imam Al-Ghazali juga membagi pengertian akal menjadi dua bagian. Pertama akal merupakan pengetahuan mengenai hakikat segala sesuatu, dalam hal ini akal diibaratkan sebagai sifat ilmu yang terletak dalam hati. Adapun pengertian yang kedua adalah akal rohani yang memperoleh ilmu pengetahuan itu sendiri al mudrik li al ulum yang tak lain adalah jiwa al qalb yang bersifat halus dan menjadi esensi manusia. Penggunaan keempat istilah diatas menunjukkan bahwa kajian Al Ghazali terhadap esensi manusia sangat mendalam, menyertai sepanjang perkembangan pemikirannya. Saat berbicara tentang filsafat, ia lebih sering menggunakan kata nafs dan akal, sedangkan ruh dan qalb lebih banyak dijumpai dalam kitab-kitabnya yang ditulis setelah menekuni tasawuf. Akan tetapi hal itu tidak mengubah pandangannya tentang esensi manusia. Ditampilkannya term-term itu kemungkinan besar didasari oleh keinginan untuk menggabungkan konsep-konsep filsafat, tasawuf dan syara’, sebab kata nafs dan akal sering digunakan para sufi. Sedang dalam al-Qur’an, kata ruh, nafs dan qalb digunakan untuk kesadaran manusia, lain, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa tabi’at manusia ada empat unsur yang menjelma dalam sifat yang dikenal dengan nama kebinatangan, kekasaran, kesetanan, dan kemalaikatan kesucian124. Oleh karena itu, tidak heran apabila dalam tabi’at seseorang muncul perbuatanperbuatan seperti babi, syetan dan alim. Dalam hal ini, bukan berarti setiap perbuatan manusia yang mencerminkan binatang disebabkan mutlak karena unsur yang ada didalamnya. Akan tetapi manusia dengan dikaruniai akal adalah untuk berfikir. Akal yang bersih bila dimiliki selalu bertujuan menolak hal hal yang buruk yang ada pada setan. 123Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menurut Al-Ghazali esensi manusia subtansi immaterial yang berdiri sendiri, bersifat ilahi berasal dari alam al amr, tidak bertempat didalam badan, bersifat sederhana, mempunyai kemampuan mengetahui dan menggerakkan badan, diciptakan, dan bersifat kekal pada dirinya. Ia berusaha menunjukkan bahwa keberadaan jiwa dan sifat-sifat dasarnya tidak dapat diperoleh melalui akal saja, tetapi dengan akal bersama syara’.125 Salah satu umat Islam yang memiliki ide-ide hebat dan dikenal sebagai pembaharu mujaddid, antara lain adalah Al-Gazali. Kondisi sosial budaya pada saat itu, yaitu munculnya ketidakstabilan politik yang berdampak pada fragmentasi umat Islam, penghancuran agama dan Situasi ini membuatnya menjadi pahlawan dan Pembela Islam Argumentator hujjah al-Islam sebagai tanggung jawabnya untuk memperbaiki pikiran buta dan tindakan yang mengguncang kehidupan Muslim. Di antara tujuan pendidikan yaitu sebagai media dalam membangun kedekatan pada Allah swt. Sehingga, kurikulum yang disajikan harus mencakup tiga istilah, yang disebut jasmaniyah, 'aqliyyah dan akhlaqiyyah. Pendapat ini didasarkan pada dua pendekatan, Fiqhdan Sufisme. Pemikiran ini tampak sistematis dan komprehensif, serta konsisten dengan sikap dan kepribadian sebagai Sufi dan Faqih. Konsep pendidikan yang ditawarkan, jika diterapkan di masa sekarang tampaknya masih sesuai. Disamping 125M. Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, JakatraRaja Grafindo Persada. 1996, 126Rosif,Dialektika Pendidikan Etika Dalam Islam Analisis Pemikiran Ibnu Maskawaih. Jurnal Pendidikan Agama Islam, III2, 393-417. itu, kebutuhan harus disempurnakan sesuai dengan pengetahuan lokal di mana pendidikan dilaksanakan. Sampai saat ini, pemikiran Islam yang dikemukakan oleh Al-Ghazali merupakan sekolah yang dominan dalam hal teori dan praktik Islam dan, khususnya, Islam Sunni. Dengan perawakan intelektualnya yang luar biasa dan pengetahuan ensiklopediknya, Al-Ghazali telah mempengaruhi pemikiran Islam dan mendefinisikan praktiknya selama hampir sembilan abad. Dia adalah perwakilan dari 'perdamaian Islam'. Selama tiga dekade terakhir, arus baru 'Islam agresif' telah muncul dan berkembang pesat, dan berusaha untuk menguasai dunia Islam. Beberapa pengamat melihat tren ini sebagai gerakan kebangkitan baru, sementara yang lain menganggapnya sebagai ancaman tidak hanya bagi negara-negara Islam, tetapi ke seluruh dunia, dan sumber destabilisasi, membawa Islam dan Muslim kembali empat belas abad. Gerakan baru ini mengambil landasan intelektualnya dari ajaran Abu-l-A'la al-Maududi, Sayyid Qutb dan Ruhollah Khomeini, serta pengikut garis keras mereka yang aktif di sejumlah negara. Ia mengadvokasi proklamasi masyarakat sebagai tidak senonoh, penghapusan paksa rezim-rezim yang ada, perebutan kekuasaan dan perubahan radikal dalam gaya hidup sosial; itu agresif dalam penolakannya terhadap peradaban modern. Para pakar tren ini berpendapat bahwa Islam, yang dianut dan dipraktekkan selama berabadabad, memberikan solusi untuk semua masalah politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan yang dihadapi dunia Arab dan Islam, dan memang seluruh planet. Perjuangan antara pemikiran al-Ghazali dan al-Maududi masih berjalan dan mungkin menjadi salah satu faktor terpenting dalam membentuk masa depan dunia Arab dan Islam. Apa pun hasil pergulatan ini, al-Ghazali tetap menjadi salah satu filsuf paling berpengaruh meskipun ia keberatan untuk digambarkan seperti itu dan pemikir tentang pendidikan dalam sejarah Islam. Biografi-Nya sebagai seorang siswa dalam pencarian pengetahuan, sebagai seorang guru yang menyebarkan pengetahuan dan sebagai seorang sarjana yang mengeksplorasi pengetahuan memberikan ilustrasi yang baik tentang cara hidup siswa, guru, dan sarjana di dunia Islam pada Abad Pertengahan 19. Al-Ghazali menyamakan pendidikan moral dengan habituasi. Kausalitas memegang tempat yang menonjol dalam landasan filosofis dari teorinya tentang pendidikan moral. Meskipun Al-Ghazali merekomendasikan pendidik untuk menggunakan habituasi untuk mengembangkan kebajikan, ia akhirnya menyatakan bahwa tidak ada hubungan kausal tertentu antara pendidikan moral dan pembiasaan dan orang harus berharap untuk bantuan Tuhan dan menyampaikan Rahmat-Nya. Al-Ghazali melihat jika anak berupaya menerima ajaran dan pembiasaan hidup yang baik, maka ia menjadi baik, begitu pula sebaliknya. Konsep yang ditawarkan oleh Al-Ghazali yaitu a. Tujuan Pendidikan. Dalam pandangan Al-Ghazali tujuan pendidikan sebagai media untuk lebih membangun kedekatan dengan Allah SWT. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kedengkian, kebencian dan permusuhan. Rumusan ini akan membangun sikap zuhud dan adanya sifat qana’ah. b. Pendidik. Konsep Al-Ghazali terhadap kriteria seorang pendidik. Antara lain 1 Guru memiliki kewajiban untuk mencintai muridnya seperti anaknya. 2 Guru diharapkan memiliki keikhlasan dalam mengajar dengan tidak mengharapkan imbalan dari pekerjaannya sebagai guru. Imbalan yang diperolehnya berupa pengemalan ilmu pengetahuan yang diperolehnya oleh anak didik. 3 Guru memiliki kewajiban untuk memberikan motivasi supaya mencari ilmu yang memiliki manfaat baik dunia maupun akhirat. 4 Dalam melakukan proses pengajaran guru harus mampu menyesuaikan kemapuan integensi yang dimiliki oleh anak didik. 5 Guru memiliki kewajiban dalam memberi contoh etika dan keteladanan dalam bersikap seperti berjiwa halus, sopan, lapang dada, murah hati dan berakhlaq mulia. 6 Guru harus menanamkan hakikat keimanan pada anak didiknya, sehingga akal fikirannya diwarnai dengan nilai-nilai keimanan. Dalam pandangan al-Ghazali, hakikat manusia memiliki tiga kekuatan, diantaranya pengetahuan, emosi dan ambisi. Dan diantara tiga kekuatan itu yang menjadi utama adalah kekuatan pengetahuan. Konsep akhlak yang di bangun oleh Al-Ghazali adalah adalah doktrin jalan tengah sebagai dasar keutamaan akhlak diataranya arif, penahanan nafsu, berani, dan adil, serta yang menjadi ukurannya adalah akal dan syariat. Pendidikan Akhlak mulia memiliki tujuan terbentuknya manusia yang memiliki kezuhudan duniawai dan memiliki cinta pada Allah SWT, serta memiliki kemampuan dalam mengendalikan emosi dengan tunduk pada akal dan syariat. Materi pendidikan akhlak yang ditawarkan adalah bentuk-bentuk akhlak terpuji dalam pandangan syariat sedangkan metodenya yaitu bentuk anugerah Ilahi dan kesempurnaan fitri, pembiasaan, mujahadah, serta riyaah. Dengan demikian al-Ghazali menempatkan orang tua sebagai pendidik awal dalam membentuk akhlak anak. Sebab setiap anak yang dilahirkan masih suci dari segala jenis dosa dan kesalahan. Bagi al-Ghazali orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah yang baik bagi anak karena pasti memiliki pengaruh dalam proses pembentukan akhlaknya. Al-Ghazali membagi sistem pendidikan akhlak menjadi dua yaitu sistem pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sistem pendidikan non formal diawali dalam pendidikan lingkungan keluarga dan faktor makanan dan minuman yang yang di konsumsinya. Pendidikan keluarga dalam pandangan al-Ghazali memegang peran yang sangat penting dalam menyiapkan pribadi anak yang memiliki moralitas yang baik. Orang tua memiliki kewajiban untuk memperhatikan perkembangan fisik dan psikis anak, dimulai dari pada saat anak sudah bisa membedakan sesuatu tamyiz sampai pada tingkat pergaulan lingkungan sosial anak. Sistem pendidikan keluarga yang dibangun oleh al-Ghazali tidak lepas dari keteladanan orang tua dalam memberikan pembiasaan reward dan punisment. Anak membutuhkan pujian atau reward manakala memberikan prestasi perkembangan akademik maupun perilakunya misalnya kemampuan menghafal Al quran dan hadits begitu pula sebaliknya anak akan memperoleh punisment atau hukuman ketika ada kesepakatan orang tua dan anak yang tidak ditaati. Di samping pola asuh yang menjadi esensi dari pemikiran al-Ghazali terhadap pembentukan kepribadian anak, faktor lain yang menjadi penentu adalah makanan dan minuman yang diberikan orang tua pada anak. Faktor makanan dan minuman memiliki pengaruh terhadap perkembangan psikis anak. Pada aspek Pendidikan formal yang tawarkan oleh al-Ghazali dalam pembentukan kepribadian anak terletak pada kompetensi guru atau mursyid. Guru diangap memiliki peran yang cukup signifikan dalam membangun keilmuan yang diberikan pada muridnya. Dalam Hal ini al-Ghazali memberikan beberapa syarat bagi seorang guru atau mursyid sebelum memberikan pengajaran pada muridnya antara lain guru wajib menjadi suri tauladan yang baik sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Guru diharapkan tidak menerima imbalan apapun terhadap apa yang diajarkan dan memiliki tanggung jawab terhadap keilmuan yang diajarkan pada muridnya. Selanjutnya murid memiliki kewajiban untuk lebih menjaga kebersihan hati, tidak memiliki kesombongan dari ilmu yang diperolehnya. Konsep pemikiran Al-Ghazali diatas sungguhnya memiliki tujuan supaya lebih diniatkan untuk menjaga kedekatan dengan Allah tidak untuk mengharapkan kepemimpinan, harta dan pangkat.  Blog Sosial Sabtu, 29 April 2017 - 0458 WIB Ilustrasi memahami karakter orang. Sumber Pixabay/ Public Domain Pictures – Karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan, yang mengarahkan tindakan seorang itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Dilihat dari karaktaristiknya, menurut Imam al-Ghazali, manusia memiliki empat macam karakter. Kami kirim berita paling update di pagi dan sore hari langsung ke telegram Kamu! Pssst ada quiz dan giveaway juga Topik Terkait Karakter Jangan Lewatkan Terpopuler Selengkapnya  VIVA Networks Akhirnya harga Toyota Yaris Cross diumumkan, sudah bisa dipesan di diler meskipun belum ada harga resmi sejak Mei, hari ini, Selasa 13 Juni 2023, PT Toyota Astra Motor. Marc Marquez bertekad untuk bangkit meraih poin kembali pada MotoGP Jerman 2023, akhir pekan ini. Setelah gagal finis di Italia dan Prancis karena mengalami crash. Selengkapnya  Isu Terkini Karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Dilihat dari karaktaristiknya, menurut Imam al-Ghazali Ihya Ulum al-Din, III/119, manusia memiliki empat macam karakter, yaitu 1. Al-Rubu’iyah, yaitu sifat “ketuhanan” yang terdapat pada diri manusia yang apabila telah menguasai diri manusia maka ia ingin menguasai, menduduki jabatan yang tinggi, menguasai ilmu apa saja, suka memaksa orang lain dan tak mau direndahkan, maunya hanya dipuji. Orang yang memiliki tabiat ini adalah orang yang cenderung memelihara segala perbuatan menuju keridhoan Allah. Ia melahirkan sifat belas kasih, ikhlas, kasih sayang, suka membela yang lemah, suka menyantuni dan segala sifat terpuji lainnya yang cenderung mendekat pada keridhoan Allah. 2. Al-Syaithaniyah, yaitu sifat “kesetanan” yang ada pada diri manusia yang apabila telah menguasai dirinya ia akan suka merekayasa dengan tipu daya dan meraih segala sesuatu dengan cara-cara yang jahat. Di sini mansia suka mengajak pada perbuatan bid’ah, kemunafikan dan berbagai kesesatan lainnya. Orang yang memiliki tabiat ini adalah orang yang gemar berusaha memperdayakan manusia. Ia suka mempengaruhi orang lain agar terperosok ke jurang kenistaan. Hampir segala waktu dikuasai tabiat ini untuk menyeret manusia menuju keburukan. Karena kebaikan yang dilakukan manusia berarti menyakiti dirinya, maka selalu diupayakan agar manusia terjauhkan daripadanya. 3. Al-Bahimiyah, yaitu sifat manusia berupa “kehewanan” yang apabila telah menguasai dirinya ia akan rakus, tamak, suka mencuri, makan berlebihan, tidur berlebihan dan bersetubuh berlebihan, suk berzina, berprilaku homoseks dan lain sebagainya. Orang-orang yang memilki tabiat ini lebih mengedepankan nafsu syahwatnya, demi kesenangannya. Akal sehat yang harus dimiliki sudah dikuasai oleh nafsu syahwatnya. 4. Al-Sabu’iyah, yaitu sifat “kebuasan” yang apabila menguasai diri manusia ia akan suka bermusuhan, berkelahi, suka marah, suka menyerang, suka memaki, suka berdemo, anarkis, cemburu berlebihan dan lain sebagainya. Orang yang memiliki tabiat seperti ini adalah orang yang maunya menang sendiri, enak sendiri, mulia sendiri, terpuji sendiri. Ia tidak suka ada yang menyaingi. Karena itu kebaikan apa saja yang hendak sampai ke orang lain, dicegah menurut kemampuannya. Tabiat ini sangat erat dengan kedengkian, iri, hasud dan cemburu, manakala orang lain memperoleh nikmat. Singkatnya segala kesenangan menjadi miliknya, segala kesusahan menjadi milik orang lain. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang empat karakter yang dimilki oleh manusia. Mudah-mudahan kita dijauhkan dari karakter-karakter buruk dan jahat. Aamiin.

4 sifat manusia menurut imam ghazali